Solo, 23 Juli 2019 - Dalam upaya untuk memperkuat partisipasi publik guna mempromosikan hak asasi (perlindungan dan kesejahteraan) perempuan dan anak, Pemerintah bersama-sama Lembaga/Organisasi Masyarakat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sejak tahun 2016 telah mengkampanyekan Program Three Ends yaitu (1) Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, (2) Akhiri perdagangan manusia, (3) Akhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan, melalui partisipasi masyarakat.
Pemerintah dan masyarakat menghadapi persoalan bersama dalam hal memerangi kekerasan, eksploitasi, serta diskriminasi terhadap perempuan dan anak, dan memastikan Program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berjalan dengan baik dan mencapai tujuannya. Upaya sinergi baik sesama lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah, namun juga lembaga masyarakat, organisasi keagamaan, akademisi, lembaga riset, dunia usaha dan media, untuk turut bersama-sama terlibat dalam pembangunan yang berorientasi pada Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, berdasarkan kemampuan dan kewenangan tugas masing-masing.
Media merupakan potensi dari lembaga masyarakat yang sangat berharga dalam mengoptimalkan fungsi terhadap persoalan perempuan dan anak. Pemahaman dan kepedulian pelaku media terhadap isu perempuan dapat memberikan peran yang signifikan untuk mewujudkan perempuan dan anak yang sejahtera. Salah satu bentuk kepedulian di bidang jurnalistik diwujudkan melalui program utama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). PWI telah menerapkan mata uji pemberitaan ramah anak sebagai salah satu bagian dari kompetensi profesionalisme dalam panduan meliput kekerasan. Ini diwujudkan melalui MoU antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Dewan Pers (DP) pada 12 April 2018 silam. MoU ini menjadi landasan kerja sama perlindungan anak dengan tujuan menyelenggarakan pemberitaan ramah anak
Tujuan diselenggarakan pelatihan tersebut diantaranya adalah ;
Hasil yang diharapkandari pelatihan tersebut diantaranya adalah;
pelaksanaan kegiatan Pelatihan Media Sensitif Gender, dilaksanakan sebanyak 5 kali dengan masing-masin 45 peserta. pada tanggal 23-24 Juli 2019, Solo dipilih untuk menjadi lokasi pelatihan.
Narasumber dari kegiatan pelatihan tersebut diantaranya;
dengan fasilitator ;
dan bapak Darmawan Wibisono, SE dari Praktisi Media.
Pernikahan usia Anak merupakan materi yang sangat menarik dalam kegiatan pelatihan media sensitif gender, Kalis Mardiasih menjelaskan bahwa ada 3 faktor
1. Kemiskinan
2. Tradisi Keluarga
3. Doktrin Agama
selain 3 hal tersebut, Kalis Mardiasih juga menanggapi atas ambigunya undang-undang pernikahan tahun 1974 dimana umur pernikahan paling muda adalah 21 tahun tapi tetap diperbolehkan bila mendapatkan ijin dari orang tua.
selain dari Undang-undang yang ambigu tersebut, kurangnya edukasi terhadap literasi agama menjadi salah satu pemicunya. pentingnya peran dari ulama yang berprespektif gender dibutuhkan di sela-sela ke ambiguan fatwa-fatwa bahwa mendikah merupakan tindakan mulia walau dilakukan dalam kategori usia anak.
komentar anda akan kami filter terlebih dahulu